DRAMA MANGIR
Penulis: Pramoedya Ananta Toer
Pengantar: Savitri Scherer
Penerbit: KPG (Kepustakaan Populer Gramedia), Jakarta bekerjasama dengan Yayasan Adikarya IKAPI dan The Ford Foundation
Cetakan: 2000
Tebal: XLIX + 114 halaman
Salah satu sejarah tutur yang populer di masyarakat Kotagede, dan Jawa, adalah kisah Mangir. Disebut “sejarah tutur” karena kisah Mangir hanya diceritakan di tengah masyarakat secara lisan melalui tuturan antar generasi ke generasi, bahkan tidak tercatat di dalam dokumen tertulis Keraton yang terangkum di dalam Babad Tanah Jawi. Tidak mengherankan jika kemudian pada kisah tentang Mangir terdapat beberapa versi serta terjadi aneka tambahan dan pengurangan di dalamanya. Melalui cerita tutur yang masih diingat masyarakat Jawa itu pula Pramoedya Ananta Toer (1925-2006) menuliskan peristiwa Mangir dengan versi tersendiri. Ia menyatakan bahwa kisah Mangir merupakan permata di dalam kesusastraan Jawa setelah masuknya Islam, bukan karena bentuk sasteranya melainkan karena makna sejarahnya (lihat bagian pertanggungjawaban buku).
Kisah Mangir yang populer berkembang di tengah masyarakat bersifat keraton centris, yakni melihat peristiwa Mangir dari perspektif pengkisahan versi pujangga Keraton. Di situ, peristiwa Mangir digambarkan sebagai suatu pemberontakan, atau pembangkangan, yang dilakukan oleh Ki Ageng Mangir, seorang pemimpin masyarakat di daerah Mangir, 20 km arah barat daya Kotagede, ibu kota kerajaan Mataram Islam. Peristiwa Mangir sendiri berpuncak di istana Panembahan Senopati, raja Mataram Islam, di Kotagede. Di dalam sebuah pertemuan keluarga, Senopati berhasil membunuh Ki Ageng Mangir.
Pramoedya Ananta Toer menuliskan kisah Mangir di dalam bentuk drama. Di dalam perspektif Pramodedya, peristiwa Mangir memiliki akar-akar politis paska runtuhnya kerajaan Majapahit tahun 1527 M. Sekitar satu abad setelah runtuhnya Majapahit, terjadi kekacauan di pulau Jawa. Kekuasaan tidak terpusat, tersebar di seluruh Kadipaten, Kabupaten, bahkan desa. Perang perebutan kekuasaan terjadi di mana-mana. Seni dan sastra lambat berkembang. Jawa dikuasai pemerintahan teror (schrikbewind) yang menghalalkan segala cara untuk mencapai dan mempertahankan kekuasaannya. Salah satunya dikisahkan Pramoedya di dalam buku ini.
Di dalam buku ini, Pramoedya mengkisahkan ambisi Panembahan Senopati untuk memperluas wilayah Mataram dan bercita-cita menjadi penguasa tunggal di Jawa. Namun ambisi Senopati mendapat perlawanan gigih dan heroik dari penduduk desa Mangir. Desa Mangir adalah sebuah wilayah merdeka (perdikan) yang dipimpin oleh Ki Ageng Mangir Wanabaya. Panembahan Senopati kemudian mengirimkan putri kandungnya sendiri, bernama Pembayun, untuk menaklukkan perlawanan penduduk desa Mangir dengan cara menjadi istri Ki Ageng Mangir. Setelah keduanya menikah, Pembayun membujuk Ki Ageng Mangir untuk bersama-sama “sowan” atau menemui Panembahan Senopati di keraton Kotagede. Ketika pertemuan keluarga di keraton Kotagede itulah Panembahan Senopati berhasil membunuh Ki Ageng Mangir, menantunya sendiri, suami dari anaknya, sekaligus musuhnya. Maka, sejak saat itu padam pula perlawanan penduduk desa Mangir.
Naskah buku drama Mangir ini selesai ditulis oleh Pramoedya Ananta Toer pada tahun 1976 kala ia berada di Pulau Buru sebagai tahanan politik peristiwa 1965. Naskah buku ini sempat hilang selama beberapa tahun dan berhasil diselamatkan oleh Gereja Katolik Namlea, Buru, dan Universitas Cornell, Ithaca, Amerika Serikat. Pramodedya Ananta Toer merupakan sastrawan besar Indonesia yang sangat produktif. Ia banyak mendapat berbagai penghargaan bidang sastra dan kemanusiaan dari lembaga-lembaga internasional. Buku ini diberi pengantar oleh Savitri Scherer, alumnus Cornell University (master sejarah) dan Australian National University (doktor sastra).
Ada banyak versi tentang Ki Ageng Mangir dan Kanjeng Ratu Roro Sekar Pembayun, namun kami dari pihak trah Mangir mempunyai versi yang sangat berbeda dari versi yang selama ini tercerita , baca blog kami http://pembayun-mangir.blogspot.com/ , akan anda temui kejuatan sesungguhnya trah Mangir adalah trah yang sangat mempersiapkan diri untuk menjadikan keturunannya tokoh pemimpin terbaik bangsa ini dimasa yang akan datang
BalasHapus